1- Melakukan Niat Ihram dari miqat
Miqat artinya batasan. Miqat ada dua macam, miqat zamani (miqat waktu) dan miqat makani (miqat tempat). Miqot zamani yaitu batasan waktu yang orang harus memulai amalan haji
dan umrah. Bagi Haji adalah pada bulan-bulan haji, yaitu Syawal, Dzul
Qa’dah dan Dzul-Hijjah. Adapun miqot zamani Umroh adalah sepanjang
tahun, tidak ada batas waktu tertentu.
Miqat makani yaitu batasan tempat yang orang harus memulai amalan Haji (demikian juga dalam Umroh). Adapun ketentuannya sebagai berikut:
- Bagi orang Madinah atau orang yang datang dari arah Madinah adalah
Dzul Hulaifah (suatu tempat kurang lebih 12 km arah selatan Madinah,
atau kira-kira 486 km arah utara Mekah, sekarang orang menyebutnya Bir
Ali).
- Bagi orang Syam atau yang datang dari arah Syam adalah Juhfah (suatu desa dekat Robigh kira-kira 204 km arah barat Mekah)
- Bagi orang Najd atau yang datang dari arah Najd adalah Qornul
Manazil (suatu tempat yang orang sekarang menyebutnya As-Sail al-Kabir
kira-kira 94 km arah timur Mekah.
- Bagi orang Yaman atau yang datang dari arah Yaman adalah Yalamlam (suatu tempat kira-kira 89 km arah selatan Mekah).
- Bagi orang Iraq atau yang datang dari arah Iraq adalah Dzatu Irq (satu tempat kurang lebih 94 km arah timur laut Mekah).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما : أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَقَّتَ لأَهْلِ الْمَدِينَةِ : ذَا
الْحُلَيْفَةِ . وَلأَهْلِ الشَّامِ: الْجُحْفَةَ . وَلأَهْلِ نَجْدٍ :
قَرْنَ الْمَنَازِلِ . وَلأَهْلِ الْيَمَنِ : يَلَمْلَمَ . هُنَّ لَهُنّ
وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ , مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ
أَوْ الْعُمْرَةَ (رواه البخاري)
Dari Ibnu Abbas, beliau berkata: Rasulullah saw. telah menetapkan
miqot bagi penduduk Madinah Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam Juhfah,
bagi penduduk Najd Qornul-Manazil dan bagi penduduk Yaman Yalamlam.
Miqot-Miqot itu bagi (penduduk) negeri-negeri itu dan bagi orang yang
datang melalaui negeri-negeri itu yang bukan dari penduduknya yang
hendak melakukan haji dan umrah. (HR.Bukhari dan Muslim)
- Sedangkan bagi penduduk Mekah atau orang luar yang berada di Mekah,
miqat hajinya adalah tempat tinggalnya di Mekkah. Jadi baginya untuk
memulai
umroh ia harus keluar ke Tan’im atau Ji’ronah.
2- Mabit di Muzdalifah
Yaitu menginap atau bermalam di Muzdalifah
pada malam 10 Dzul Hijjah selepas dari wukuf di Arafah. Wajib bagi orang
yang melakukan haji untuk datang ke Muzdalifah pada malam Nahar dengan
cara menginap atau melewati sepintas lalu.
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَتَى الْمُزْدَلِفَةَ فَصَلَّى بِهَا
الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ واضْطَجَعَ حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ وَصَلَّى
الْفَجْرَ (رواه مسلم)
Dari Jabir ra, ia berkata: Rasulallah saw datang ke Muzdalifah, lalu
shalat maghrib dan Isya. Kemudian beliau berbaring (istirahat tidur),
ketika terbit fajar beliau shalat subuh. (HR Muslim)
3- Melontar Jumroh Aqobah
Ada tiga buah Jumroh di Mina, yaitu: Jumrah Aqobah, Jumroh Wustho dan
Jumroh Ula. Yang dimaksud dengan jumrah Aqobah adalah melempar pada
tanggal 10 Dzul Hijjah yang dilontar hanyalah Jumroh Aqobah. Hal ini
dilakukan setelah mabit di Muzdalifah dan setelah terbit matahari.
لِمَا صَحَّ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ أََتَى الجمْرةَ يَعْنِي يَوْمَ النَحْرِ فَرَمَاهَا بسَبْع
حَصَيَاتٍ يكبِّرُ معَ كلِّ حَصَاةٍ منها كُلُّ حَصَاةٍ مِثْلَ حَصَى
الخَذْفِ رَمَى مِنْ بَطْنِ الوَادِي ثمَّ انْصَرَفَ (رواه مسلم)
Sungguhnya Rasulallah saw tiba di Jumrah Aqobah (yaitu di hari
Nahar). Maka beliau melemparnya dengan tujuh kerikil dan bertakbir
setiap melempar satu kerikil yang besarnya seperti batu untuk melempar.
Beliau melakukannya dari dasar lembah. Setelah itu, beliau berpaling (HR
Muslim)
4- Melontar ketiga Jumroh
Dimulai dari Jumroh Ula, Wusthah, dan
Aqobah pada hari hari tasyriq yaitu tg 11, 12, dan 13, setiap jumroh
tujuh kali lemparan batu. Adapun cara melontar tiga jumroh pada
hari-hari tasyriq menurut sunnah Rasulullah saw adalah sebagai berikut:
Dimulai melontar Jumroh Ula tujuh kali, dan membaca takbir bersama
setiap lontaran. Lalu melontar Jumroh Wustho tujuh kali, dan membaca
takbir bersama setiap lontaran Lalu melontar Jumroh Aqobah tujuh kali,
dan membaca takbir bersama setiap lontaran.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، أَنَّهُ كَانَ يَرْمِي الْجَمْرَةَ
الدُّنْيَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ يُكَبِّرُ عَلَى إِثْرِ كُلِّ حَصَاةٍ ،
ثُمَّ يَتَقَدَّمُ حَتَّى يُسْهِلَ مُسْتَقْبِلا الْقِبْلَةَ فَيَقُومُ
طَوِيلا وَيَدْعُو ، وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ ثُمَّ يَرْمِي الْجَمْرَةَ
الْوُسْطَى ، ثُمَّ يَأْخُذُ ذَاتَ الشِّمَالِ فَيُسْهِلُ ، وَيَقُومُ
مُسْتَقْبِلا الْقِبْلَةَ ، ثُمَّ يَدْعُو وَيَرْفَعُ يَدَيْهِ ، وَيَقُومُ
طَوِيلا ، ثُمَّ يَرْمِي جَمْرَةَ ذَاتِ الْعَقَبَةِ مِنْ بَطْنِ
الْوَادِي وَلا يَقِفُ عِنْدَهَا ، ثُمَّ يَنْصَرِفُ ، وَيَقُولُ : هَكَذَا
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ
(رواه البخاري)
Menurut hadits sesungguhnya Ibnu Umar pernah melontar Jumroh Dunia
(Ula) dengan 7 kerikil sambil bertakbir setiap melempar kerikil, lalu
maju ke tempat yang datar, lalu berdiri lama menghadap kiblat sambil
berdoa dengan mengangkat kedua tangannya. Kemudian melontar Jumroh
Wustho, lalu mengambil arah ke kiri pergi ke tempat yang datar, lalu
berdiri menghadap kiblat kemudian berdoa dengan mengangkat kedua
tangannya dan berdiri lama. Kemudian melontar Jumroh Aqobah dari tengah
lembah dan tidak berdiri di situ kemudian menyingkir dan berkata:
Begitulah saya lihat Rasulullah saw. berbuat. (HR. Bukhari).
5- Mabit di Mina atau bermalam di Mina pada malam-malam Tasyriq.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا قَالَتْ أَفَاضَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مِنْ آخِرِ يَوْمِ
النَحْرِ حِيْنَ صَلَّى الظُهْرَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مِنًى (ابو داود وابن حبان)
فَمَكَثَ بِهَا
لَيَالِيَ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ؛ يَرْمِى الْجَمْرَةَ إِذَا زَالَتِ
الشَّمْسُ
Dari Aisyah ra, ia berkata: Rasulullah saw bertawaf Ifadhoh di hari
akhir (hari Nahar) sewaktu shalat Dhuhur, kemudian kembali ke Mina lalu
tinggal di Mina pada malam hari Tasyriq, melontor Jumroh jika matahari
telah tergelincir. (HR Abu Dawud, Ibnu Hibban)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ :
إِنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
اسْتَأْذَنَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ
يَبِيتَ بِمَكَّةَ لَيَالِيَ مِنًى مِنْ أَجْلِ سِقَايَتِهِ ، فَأَذِنَ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُ مِنْ أَجْلِ سِقَايَتِهِ (رواه
مسلم) .
Dari Ibnu Umar ra, diriwayatkan sesungguhnya Abbas bin Abdul
Muthallib ra memohon ijin kepada Rasulullah saw. untuk bermalam di Mekah
pada malam-malam (orang menginap di Mina) karena tugas memberi minum
(orang haji), lalu beliau memberinya ijin. (HR Muslim).
6- Thawaf wada’ (tawaf perpisahan).
Tawaf ini dikerjakan saat mau
berangkat meninggalkan Mekah. la wajib dikerjakan, kecuali wanita yang
sedang haid.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يَنْفِرَنَّ أَحَدٌ
حَتَّى يَُكُوْنَ آخِرُ عَهْدهِ بِالبَيْتِ (رواه مسلم)
Ada hadits yang menerangkan yang diriwatkan dari ibnu Abbas ra,
Rasulallah saw bersabda: “Janganlah salah seorang diantara kalian
keluar, sehingga akhir urusannya adalah (thawaf) di Baitullah. (HR
Muslim)
Sumber:
Hasan Husen Assegaf.